Harga emas masih berada dalam tren bearish dan berisiko turun hingga ke level US$2.850. Tekanan ini dipicu oleh berbagai sentimen negatif, termasuk kebijakan tarif terbaru Amerika Serikat (AS), ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, serta data ekonomi AS yang akan dirilis, terutama Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur ISM.
Pada perdagangan terbaru, harga emas tercatat naik tipis 0,15% menjadi US$ 2.863,1. Namun, secara keseluruhan, harga emas telah melemah 3% sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di US$ 2.956 pekan lalu.
Analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan bahwa tekanan pada harga emas diperparah oleh kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump. Trump menegaskan akan menerapkan tarif baru untuk Meksiko dan Kanada mulai 4 Maret serta menaikkan tarif impor dari China hingga total 20%.
“Kebijakan ini mengecewakan pasar yang sebelumnya berharap ada penundaan dalam penerapan tarif tersebut,” ujar Andy, Senin (3/3/2025).
Dari sisi teknikal, Andy menambahkan bahwa kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average masih menunjukkan dominasi tren bearish. Dengan demikian, harga emas berpotensi turun hingga ke level US$ 2.850.
Meski demikian, Andy juga menilai bahwa jika terjadi rebound dari level tersebut, harga emas dapat bergerak naik dan mencapai target terdekat di US$ 2.877.
Di sisi fundamental, ketidakpastian global yang berlanjut, terutama akibat konflik Rusia-Ukraina, masih menjadi faktor pendukung emas sebagai aset safe haven. Pada sesi perdagangan Asia hari ini, harga emas sempat menyentuh US$ 2.870 seiring dengan minat beli yang meningkat.
Pelaku pasar kini menantikan rilis data PMI Manufaktur ISM AS untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut mengenai kondisi ekonomi. Data sebelumnya menunjukkan kenaikan 2,5% secara tahunan (year-on-year), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat angka 2,6%. Sementara itu, indeks PCE inti juga turun menjadi 2,6% dari 2,9% pada Desember.
Dengan kombinasi faktor teknikal dan fundamental ini, pergerakan harga emas dalam waktu dekat masih akan sangat bergantung pada perkembangan kebijakan perdagangan AS dan dinamika ekonomi global.
Sumber: Investor.id